Monday, October 4, 2010

Dream to Korea


Aku hanya ingin dia pulang lagi ke Indonesia, liburan musim panas tahun ini. Itu saja, awalnya. Tapi kemudian dia bilang, mungkin tak bisa, karena harus fokus pada tesis.

"Baik", kataku, "Kalo gitu aku yang kesana."

Dia diam.
Diam karena banyak yang harus dipertimbangkan.
Diam karena mungkin saja, itu tak mungkin, mengingat satu dan lain hal.

Tapi kemudian dia bilang "oke".

Aku senang sekali, seperti anak kecil yang minta mainan yang paling diinginkan pada orang tuanya, seperti itu lah rasanya.

Dan mulailah, sejak saat itu, aku selalu mantap menjawab, "Mau menyusul suami ke Korea", tiap kali ada yang bertanya, "Setelah ptt rencananya apa?". Padahal aku belum tau pasti apa yang bisa kulakukan di sana.

Rencana awal, aku hanya mengunjunginya. Satu bulan cukup. Dengan pertimbangan aku ingin mulai meniti karir di IKK FKUI, mengingat janji yang pernah kuucapkan pada salah satu dosenku disana soal kembalinya diriku setelah menyelesaikan tugas ptt, dan keinginanku untuk segera melanjutkan pendidikan. Suamiku mengiyakan jangka waktu satu bulan.

Tapi kemudian, dia minta aku memberinya dua bulan. Dia bilang, satu bulan terlalu singkat bagi kami. Aku iyakan saja.

Pencarian tiket ini sungguh tak mudah. Aku harus keliling mataram berhenti di hampir setiap travel agen yang kulihat di jalan, menanyakan harga tiket ke Seoul dan memberikan nomer teleponku untuk bisa mereka hubungi. Dan berikutnya, aku harus setia dengan handphoneku, kalau-kalau ada yang menelpon. Tapi, kemudian aku hanya kecewa. Mereka tak bisa dipercaya.
Agen-agen yang kudatangi dan bisa memberi harga pada saat itu juga membuatku keder dengan tarif yang mereka ajukan.

Bayangkan, tarif Garuda Indonesia untuk return dengan masa tinggal 2 bulan aja di counter Garuda-nya 789dolar. Hwah..duit dari hongkong.

Aku pergi ke travel dekat Garuda, dia minta 780 dolar, dengan maskapai yang sama. Maskapai lain, lebih dari 900 dolar katanya.

Siang itu panas, dan kepalaku jadi pusing luar biasa. Aku pergi ke travel agent yang lain, sama saja, 790, 900, bahkan lebih dari seribu dolar. Uang darimana?

Aku mulai hunting di internet, mencari nama-nama agen perjalanan di Jakarta, minta tolong mama, teman, adik, semua orang kurepoti. Aku benar-benar panik.

Aku menelpon agen puluhan kali, ada yang mau dengan ramah memberi tarif yang murah, ada yang bahkan tak menyambungkanku dengan si petugas dengan alasan sibuk. Banyak juga ternyata yang memberi nomer telpon palsu, ah payah..

Aku mengirim belasan email, berharap mereka akan memberikan balasan dan membuatku mantap mau memilih yang mana. Lagi-lagi aku harus kecewa, tak ada satupun emailku berbalas.
Di saat-saat genting begitu, tiba-tiba dia memintaku untuk tinggal dan menemaninya sampai lulus. Aku tak bisa menolak.
Maka, pencarian tiket diulang dari awal.

Dan kami menemukan -akhirnyaa ya Allah-, maskapai yang bisa memberi harga tiket Jakarta-Incheon termurah. Thanks to Thai Airways. Walaupun dengan memesan itu aku harus rela menunggu di Suvarnabhumi selama 7 jam untuk transit, tak apalah. Demi..
Dan urusan ke Korea tidak hanya sekadar tiket..

No comments:

Post a Comment